Merancang Ulang Membuat
Program yang Berdampak pada Murid di SMP Negeri 1 Cianjur
Oleh: Bambang Widyanarko, M.Pd.
1. PERISTIWA (Fact)
1.1. Latar Belakang
Membuat program yang berdampak pada murid harus menerapkan
berbagai pirinsip bila tidak ingin menemui kegagalan. Kegagalan ini disebabkan
karena banyak sekali program dan kegiatan yang dilaksanakan di sebuah institusi
seperti sekolah sama sekali tidak berdampak pada target utama yaitu murid. Pada
umumnya sekolah tidak dapat mengefektifkan potensi sumber daya untuk dijadikan
program sekolah. Bahkan tidak sedikit pula sekolah yang tidak dapat melakukan
inventarisasi awal mengenai asset dan potensi yang dimiliknya.
Kegagalan bentuk lain adalah banyak sekali program yang dibuat dan
dilaksanakan dengan dana disusun ugal-ugalan tanpa mengggunakan tahapan
berpikir yang akademis dan ilmiah. Seharusnya, program diawali dengan penerapan
Inkuiri Apresitif baik dengan 5D (Define, Discover, Dream, Design, dan Deliver)
atau BAGJA (Buat pertanyaan utama, Ambil pelajaran, Gali mimipi, Jabarkan
rencana, dan Atur pelaksanaan). Secara fundamental, ada pula ketidakjelasan
filosofi mengenai Pendidikan yang digunakan di sekolah. Artinya sekolah belum
dapat menerapkan paradigma, visi dan misi yang sesuai dengan founding father
kita yaitu Ki Hadjar Dewantara.
Secara praktis, sekolah masih belum berkomitlen dengan pelaksanaan
pembelajaran yang berpihak pada murid. Untuk tidak merencanakan program
kegagalan kita sendiri (atau menggali kuburan kita sendiri), sekolah harus
dapat menyusun program yang efektif. Sesuai dengan tema berpihak pada murid,
setiap program yang dibuat oleh sekolah harusnya menempatkan murid sebagai
titik awal dari penempatan serangkaian tujuan seperti output (tujuan segera),
outcome (tujuan antara) dan impact (tujuan ke depan selanjutnya)
Salah satu program yang tengah dilaksankan di SMP Negeri 1 Cianjur
adalah Kegiatan Pelatihan Agen Perubahan Pencegahan
Perundungan Di SMP Negeri 1 Cianjur
Tahun Pelajaran 2021/ 2022. Kegiatan ini bertujuan antara lain:
1. Mendukung terciptanya relasi yang harmonis antar peserta didik;
2. Memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan karakter yang
positif dan berbudi pekerti guna mencegah terjadinya perundungan di lingkungan
sekolah maupun di luar sekolah;
3. Membentuk karakter peserta didik yang mampu memberikan dukungan
bagi teman sebayanya yang mengalami perundungan dan mendorong teman sebaya
untuk tidak melakukan perundungan;
4. Mendorong terlaksananya kegiatan pencegahan perundungan dan
promosi perilaku anti perundungan.
Dalam aksi nyata modul 3.3 ini, saya memutuskan untuk ikut
menerapkan pengetahuna yang diberikan pada LMS dan Modul CGP yaitu modul 3.3
dengan tema Pengelolaan program yang berdampak pada murid. Materi ini sendiri
menekankan pada berbagai konsep seperti menrancang program dengan Inkuiri
Aprisetif atau BAGJA, MELR dan manajemen Resiko.
1.2 Pelaksanaan dan alasan aksi nyata
Alasan saya dalam aksi nyata ini adalah untuk menoba menerapkan
pengetahuan dari modul 3.3 pada kehidupan nyata. Saya berkesempatan untuk
berdiskusi denan pimpinan sekolah dan rekan wakil kepala sekolah mengenai cara
pembuatan, pelaksanaan dan pelaporan suatu program kegiatan. Saya pun diberi
sebuah program yaitu Kegiatan Pelatihan Agen Perubahan Pencegahan
Perundungan Di SMP Negeri 1 Cianjur Tahun Pelajaran 2021/ 2022 untuk
dianalisa. Sebuah rancangan program yang sudah memenuhi standar lengkap dengan
narasi awal serta anggaran di belakangnya.
Setelah saya analisa ternyata program tersebut disusun dengan baik
dan dapat disempurnakan dengan menambahkan sejumlah kelengkapan seperti:
1. Tabel BAGJA untuk inisiasi awal dibuatnya program. Saya ingin
menyatakan bahwa kita pahami bahwa program ini disponsori oleh lembaga lain.
Sekolah ini dan sekolah lainnya menerima dana dan melaksanakan program kegiatan
itu.
2. Rencana Monitoring, Evaluasi, Pembelajaran, dan Pelaporan
(Monitoring, Evaluation, Learning, and Reporting)
3. Manajemen Resiko untuk memastikan bahwa tujuan dapat tercapai
dengan efektif dan tidak ada pengorbanan yang tidak diperlukan atau munculnya
hal yang tidak diantispasi.
4. Pelibatan Komunitas yang berguna sebagai sarana sosialisasi dan
membangun keterlibatkan lembaga dan kelompok lain di luar institusi sekolah.
1.3 Hasil dari aksi nyata
Dengan menerapkan pengetahuan pada materi di modul 3.3, saya dapat
menganalisa program salah sekolah yang disebutkan diatas. Analisanya ada baga
bagian di bawah ini.
Tahapan 5 D/BAGJA
Tahapan BAGJA |
Hasil Tahapan |
B-uat Pertanyaan |
Bagaimana cara meningkatkan peran siswa dalam
mengurangi dapmpak perundungan di sekolah? |
A-mbil Pelajaran |
Cerita/Pengalaman baik Siang ini murid dari kelas yang lebih
tinggi mengajak adik kelasnya untuk mengatasi perundungan. |
G-ali mimpi. |
Cita-cita/Mimpi - Murid yang peduli mengatasi perundungan
adalah murid yang memiliki pekerti postif, peduli, supportive dan preventive
dan ikut serta dalam pencegahan perundungan dan promosi perilaku anti
perundungan. - Guru pun harus aktif terlibat dalam
mengatasi masalah perundungan dengan turut mengampanyekan nilai postif,
peduli, supportive dan preventive dan ikut serta dalam pencegahan perundungan
dan promosi perilaku anti perundungan. - Kepala sekolah mendorong tumbuhnya peran
serta dan rasa peduli murid dan guru dalam pencegahan dan mengatasi masalah
perundungan. serta memiliki sikap bertanggung jawab, terbuka, dan memberikan kepercayaan
terhadap langkah perbaikan dan pengembangan guru dan murid |
J-abarkan rencana |
Rencana Program: - Program ini dapat berjalan dengan baik
dengan keterlibatan semua warga sekolah, seperti kepala sekolah sebagai
penanggung jawab, para guru sebagai pengarah dan murid sebagai agen mengatasi
perundungan. Murid yang menjadi agen anti perundungan akan menyosialisasikan
kepada murid lain dan orang tua. - Monitor dilakukan oleh murid kepada murid
dan untuk murid sendiri. - Evaluasi melibatkan guru, kepala sekolah,
dan masyarakat luar sekolah. |
A-tur eksekusi |
Penanggung jawab dan mekanisme koordinasi
antar tim: Penanggung Jawab kegiatan: Kepala sekolah Pengarah: Pengawas Sekolah Panitia Inti : Dewan Guru Pemateri : Guru yang telah mendapatkan
pelatihan sebelumnya Peserta didik sejumlah 30 orang dari krlas 7, 8 dan 9 yang terpilih berdasarkan hasil U-report
menjadi agen perubahan. Pelatihan kepada 30 peserta didik sebagai
“Agen Perubahan” dilaksanakan secara terjadwal selama 10 pertemuan yang
dilaksanakan dua kali dalam satu minggu. Laporan dibuat oleh Koordinator acara
(ketua panitia). Koordinasi dilakukan dengan rapat setiap satu minggu sekali
internal panitia. Hasil rapat internal dilaporkan kepada
dewan guru sebagai pengarah acara. Evaluasi dapat dilakukan melalui rapat koordinasi
dengan kepala sekolah dan guru. |
Rencana Monitoring, Evaluasi, Pembelajaran, dan Pelaporan (Monitoring,
Evaluation, Learning, and Reporting)
Format Monitoring
a. Pertanyaan
Kunci
Pertanyaan Kunci Evaluasi
Program |
1.
Sejauh apa program yang telah berjalan sesuai dengan
tujuan utama program? 2. Seberapa
banyak hambatan yang ditemui selama
pelaksanaan program ini? Mengapa terjadi
demikian? |
b. Fokus
Monitoring
Fokus Monitoring |
Pertimbangan
Pemilihan |
Pertanyaan
Utama Monitoring |
Bagaimana kegiatan sosialisai anti
perundungan yang dilakukan 30 siswa sebagai agen anti perundungan berjalan? |
Untuk memastikan kegiatan berjalan dengan baik: 30 siswa agen anti perundungan
mendapatkan pengarahan dari narasumber. |
Bagaimana sikap murid-murid yang lain terhadap
30 siswa agen anti perundungan? |
c. Metode
Penggalian Data
Pertanyaan Monitoring |
Sumber
Informasi |
Metoda |
Kapan/Bagaimana |
Apakah 30 siswa sebagai agen anti
perundungan dapat menjalankan perannya? Bagaimana respons murid-murid yang lain terhadap 30 siswa
agen anti perundungan? |
Guru, murid |
Wawancara/observasi |
Dalam proses berjalan |
d. Strategi
Pengolahan Data
Pertanyaan Monitoring |
Data
yang terkumpul |
Kesimpulan |
Catatan
Khusus, Pengecualian,dll |
Contoh pertanyaan tambahan untuk tim pengelola program: bagaimana pembagian peran dalam tim? Apakah semua orang dalam tim melaksanakan perannya dengan baik? |
Contoh data dan informasi yang diperoleh: murid berkumpul bersama dan semua orang dalam tim
melaksanakan perannya masing-masing dengan baik |
Contoh Kesimpulan: Kegiatan sosialisasi anti perundungan dapat
berjalan dengan lancar |
|
e. Pembelajaran Program
Faktor-Faktor Pendukung Pelaksanaan
Program |
Faktor-Faktor
Penghambat Pelaksanaan
Program |
Pembelajaran |
Koordinasi tim yang baik |
Beberapa murid datang terlambat sehingga
mengganggu konsentrasi murid yang lain |
Refleksi: untuk murid yang datang terlambat ditempatkan pada barisan
yang terpisah dari barisan utama |
f. Pembelajaran Program
LAPORAN PELAKSANAAN PROGRAM |
Gambaran Umum Program: |
Deskripsi Pelaksanaan Program: - Waktu Pelaksanaan - Strategi Pelaksanaan Program - Faktor Pendukung dan Penghambat Program - Hasil Pelaksanaan Program |
Evaluasi Program: |
Pembelajaran Program: |
g. Manajemen Resiko
Keadaan saat ini |
Kondisi
yang akan datang |
Resiko |
||||
Strategis |
Keuangan |
Operasional |
Pemenuhan |
Reputasi |
||
Pembelakuan PTM Terbatas saat ini hanya
memperboleh-kan maksimal 50% kapatisitas operasional. Untuk kegiatan yang dilaksanakan secara
luring dalam bentuk pelatihan tetap menerapkan protokol Kesehatan. Kegiatan pelatihan bagi agen perubahan
masih berjalan dan sering tertunda karena banyak kegiatan lan seperti ANBK
dan vaksinasi. |
Apabila PPKM telah diangkat dan kegiatan
luring dapat berjalan normal, semua kegiatan yang berkaitan dengan
berkumpulnya massa dapat dilaksanakan secara efektif. Bila ternyata masih ada
pembatasan kerumunan maka program sosialisasi dan pengimbasan harus di rancangkan
menyesuaikan keadaan maksimal yang dapat dilaksanakan. |
Keadaan yang tidak tetap dan konsisten
menyebabkan program dan kegiatan harus selalu dievaluasi. Sekolah pun perlu
mempersiapkan beberapa rancangan agar waktu yang dialokasikan untuk program
dan kegiatan dapat tercapai dengan efektif. |
Secara normative dukungan keuangan telah
diberikan oleh inisiator program lewat rekenang sekolah berupa dana diluar
dana rutin sekolah atau BOS. Karena ada bagian yang ditambahkan seperti MELR
maka sekolah perlu menambah biaya operasional secukupnya untuk itu. |
Adanya kegiatan yang bersifat mendadak
seperti vaksinasi dan aturan bahwa satu hari setelah vaksinasi siswa harus
beristirahat di rumah menyebab-kan alokasi waktu perlu ditinjau kembali. |
Panjangnya program memungkinkan beberapa
peserta menjadi menurun semangatnya. Ini pula yang dirasakan oleh orang tua
dan wali kelas karena siswanya yang ikut terlibat berambah kegiatannya. |
Lemahnya pengawasan siswa yang
berkerumun dan berkumpul suka-suka mulai memunculkan klister-klaster
kerawanan siswa yang berpotensi menumbulkan kelompok negtif semacam GANG di
sekolah. |
h. Pelibatan orang
tua dan komunitas
1. Orang tua dilibatkan dalam proses sosialisai dan evaluasi
dan Refleksi program.
2. Komunitas lain akan dilibatkan seperti komunitas MGBK,
MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) yang relevan dan sebagainya.
2. Perasaan (Feelings)
Saya merasa bersyukur dengan mendapatkan materi modul 3.3 mengenai
pengelolaan program. Namun, saya merasa kesulitan untuk membuat sebuah program
yang asli merupakan gagasan asli berdasarkan keadaan yang sesuai dengan hasil
analisa kebutuhan. Berdasarkan perbincangan dengan pimpinan sekolah, hal maksimal
yang saya dapat lakukan adalah menjadi evaluator sebuah program dengan kacamata
panda dari atas helicopter. Tidak ada inovasi. Tidak dapat dipungkiri, pembelakuan
PTM Terbatas saat ini hanya memperboleh-kan maksimal 50% kapatisitas
operasional. Untuk kegiatan yang dilaksanakan secara luring dalam bentuk
pelatihan tetap menerapkan protokol Kesehatan. Kegiatan pelatihan bagi agen
perubahan masih berjalan dan sering tertunda karena banyak kegiatan lan seperti
ANBK dan vaksinasi. Secara ideal memang kita diharapkan melakukan analisa
kebutuhan di awal, menerapkan BAGJA atau sejenisnya, melaksanakan kegiatan dan
seterusnya hingga menginventarisasi pengaruh dan dampak. Saat ini kegiatan agen
perundungan baru mencapai tahap pelatihan siswa dan belum pada tahap
sosialisasi. Pelatihan ini hanya sebatas peralihan informasi saja. Dengan waktu
yang terus berjalan dan artikel ini diminta segera selesai, saya putuskan hanya
untuk melaporkan sejauh apa yang telah dapat saya kerjakan.
3. Pembelajaran (Findings)
Penyusunan sebuah program disekolah sejauh ini dilakukan dengan
cara yang purbakala dan malas berpikir. Sebut saja, bila sekolah perlu sebuah
program maka orang yang ditunjuk akan menggali program yang sama dari tahun
sebelumnya, mencontek secara tidak bertanggungjawab dari laman internet, atau
meminta Salinan dari sekolah lain. Ini semua harus diubah. Materi pda modul 3.3
menggarisbawahi adanya perubahan cara pandang atau paradigma taau apapun
sebutannya. Sayang, tak jarang orang yang inginya serba mudah. Pimpinan dan
pengawas sekolah pun belum meminta petugas mereka untuk benar-benar menerapkan
kaidah ilmiah seperti anti plagiarisme dalam membuat sebuah dokumen resmi sekolah.
Temuan penting pertama disini adalah adanya praktek plagiarisme. Kemudian,
program sekolah seakan hanya melibatkan segelintir orang demi terciptaknya
penitia yang ramping. Semakin sedikit semakin baik. Padahal, smua warga sekolah
berhak untuk mengetahui dan mendapat pencerahan dari setiap kegiatan sekolah
yang dilaksanakan agar setidaknya dapat menjawab pertnayaan dari orang di luar
sekolah. Sering kita mendapat pertanyaan mengenai sebuah kegiatan dan jawaban
kita seperti biasa adalah “Tolong tanya ke panitianya saja.” Kita sering
melihat di dunia lain. Program kegiatan sekolah dilaksanakan dengan prinsip
pemberdayaan. Ada perancangan Bersama, pembagian penugasaan yang adil,
pelaksanaan yang terukur, serta evaluasi dan pembelajaran menyeruruh bagi semua
warga sekolah. Dalam gambar atau video di internet sering kita melihat
guru-guru berkumpulkul dan saling bergai dalam proses prencangan, pelaksanaan,
monitoring, evaluasi, dan pembelajaran. Bila ini merupakan praktek
demokratisasi di dunia Pendidikan, saya setuju.
4. Penerapan (Future)
Sekarang kita alihkan pandangan pada masalah perundungan itu
sendiri. Saya pun menyadari perundungan baik yang badaniah sehari-hari atau pun
di dunia maya sanga sangat buruk dampaknya. Beberapa tahun lalau ada anak kelas
delapan yang memutuskan untuk berhenti sekolah karena tiap hari diberi
kata-kata hinaan. Untuk saja dia tidak memetuskan untuk mengakhiri hidupnya.
Setiap saat dan setiap hari dia dihina oleh kelompok anak-anak berandal yang
tidak dapat ditindak oleh sekolah. Semacam gang motor tingkat SMP. Anak lelaki
tersebut sebenarnya sangat cerdas. Namun entah mengapa berandal-berandal itu
membencinya. Wali kelas hanya pasrah dan mencap dirinya tidak berdaya seraya
berkata, “Saya telah gagal menjadi wali kelas ini.”
Perundungan adalah suatu tindakan tidak terpuji di sekolah. Oleh
karena itu rupanya program agen perundungan ini hadir untuk menyipakan sarana mencegah
dan mengurangi dampak perundungan. Budaya yang buruk di sekolah pun perlu
diperhatikan terutama oleh para pengajar. Wali kelas hatus diberi waktu khusus
untuk melakukan pemibinaan secara hati-ke-hati. Kenalilah siswa. Sebagian mereka
adalah makhluk buangan yang sebenarnya tidak diharapkan keberadaannya oleh
keluarganya. Bahkan banyak pula yang tidak merasa punya keluarga.
Keluarga para berandal ini hanya teman sepermainan dengan sumpah
setia mereka terhadap organisasi kekerasan. Ada pembinanya juga disana. Mereka
meluangkan waktu duduk-duduk di berbagai tempat tersembunyi di luar jam
sekolah, sepulang sekolah, sebelum pulang ke rumah, atau ada acara keluar rumah
dengan alasan mengerjakan tugas kelompok. Di sekolah sebagaian besar menyembunyikan jati
diri mereka yang buruk. Menyembunyikan keliaran mereka.
Saya pun pernah mengalami kejadian aneh dengan anak-anak seperti itu.
Beberapa anak dengan berani memasukkan sandal bekas, potongan piala dan sampah
ke dalam tas punggung saya. Mungkin slosulinya mudah. Jangan pernah membawa tas
ke kelas. Atau, jangan meningalkan tas di kelas. Saya pada waktu itu harus ke toilet
dan memasuki kelas berikutnya sehingga lupa ta situ tertinggal. Saya piker bend
aitu akan baik-baik saja karena murid saya semuanya baik dan menaruh hormat. Walaupun tidak menyakiti secara
fisik, tetapi kejadian ini harusnya tidak terjadi. Mereka sebenarnya tahu bahwa
saya akan mencari siap pelakunya dan menemukan para pelaku itu.
Saya akhirnya merenung hingga mendapatkan kesimpulan bahwa semua
pihak, sekali lagi saya tegaskan: semua pihak, harus mengampil peran. Pimpinan
sekolah harus membuat mekanisme yang ketat dalam menjaga hubungan yang
manusiawi warga sekolah. Ini dapat dimulai dengan menerapkan proses penerimaan
siswa baru yang adil dan berakhlakul karimah. Guru harus terus dibekali
keterampilan memberikan pelayanan pembelajaran yang menarik dan memberdayakan.
Ini dapat dimulai dengan mengendalian pembelajaran yang sangat ketat. Tidak
boleh ada guru yang bolos mengajr di kelas dengan alasan apapun. Memang ini
sepertinya awal dari kegaduhan perilaku siswa. Gurunya tidak datang atau jamkos
(jam kosong). Murid sendiri harus diberi kesadaran bahwa lingkungan belajar
yang nyaman bukan hanya pada fasilias Gedung yang kokoh dan megah dengan cat
yang diganti setiap tahunnya. Murid
harus ikut menghindari perundungan dan memiliki daya renting atau resilensi
serta tahu apa yang haru dilakukan apabila pendungna terjadi. Orang tua dan
wali murid diharapkan memberi lebih dari sekedar uang jajan dan keperluan
harian saja. Perhatikan dengan siap anak-anak bergaul. Cari tahu mengapa mereka
resah. Lakukan komunikasi dengan anak apabila ada keretakan rumah tangga.
Penerapan materi pengelolaan yang berdampak kepada murid dengan
segala alur kerja dan paradigma barunya perlu diinternalisasi secar formal ke dalam
pemikiran pihak pemangku kepentingan Pendidikan. Selain dapat memotorisasi
perubahan sekolah sebagai institusi kea rah yang lebih baik serta lebih
memberdayakan, materi modul 3.3 ini harus dikemas dan disampaikan kepada
khalayak yang lebih luas. Secara resmi Bapenas telah memberikan contoh
bagaimana sebuah program dan kegiatan harusnya dilakukan.
ARTIKEL DI ATAS TELAH TAYANG PADA TAUTAN:
https://bambang4cianjur.blogspot.com/2021/10/aksi-nyata-modul-33-pengelolaan-program.html