Minggu, 31 Oktober 2021

Aksi Nyata Modul 3.3: Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid

Merancang Ulang Membuat Program yang Berdampak pada Murid di SMP Negeri 1 Cianjur

 

Oleh: Bambang Widyanarko, M.Pd.

 

 

1. PERISTIWA (Fact)

1.1. Latar Belakang

Membuat program yang berdampak pada murid harus menerapkan berbagai pirinsip bila tidak ingin menemui kegagalan. Kegagalan ini disebabkan karena banyak sekali program dan kegiatan yang dilaksanakan di sebuah institusi seperti sekolah sama sekali tidak berdampak pada target utama yaitu murid. Pada umumnya sekolah tidak dapat mengefektifkan potensi sumber daya untuk dijadikan program sekolah. Bahkan tidak sedikit pula sekolah yang tidak dapat melakukan inventarisasi awal mengenai asset dan potensi yang dimiliknya.

Kegagalan bentuk lain adalah banyak sekali program yang dibuat dan dilaksanakan dengan dana disusun ugal-ugalan tanpa mengggunakan tahapan berpikir yang akademis dan ilmiah. Seharusnya, program diawali dengan penerapan Inkuiri Apresitif baik dengan 5D (Define, Discover, Dream, Design, dan Deliver) atau BAGJA (Buat pertanyaan utama, Ambil pelajaran, Gali mimipi, Jabarkan rencana, dan Atur pelaksanaan). Secara fundamental, ada pula ketidakjelasan filosofi mengenai Pendidikan yang digunakan di sekolah. Artinya sekolah belum dapat menerapkan paradigma, visi dan misi yang sesuai dengan founding father kita yaitu Ki Hadjar Dewantara.

Secara praktis, sekolah masih belum berkomitlen dengan pelaksanaan pembelajaran yang berpihak pada murid. Untuk tidak merencanakan program kegagalan kita sendiri (atau menggali kuburan kita sendiri), sekolah harus dapat menyusun program yang efektif. Sesuai dengan tema berpihak pada murid, setiap program yang dibuat oleh sekolah harusnya menempatkan murid sebagai titik awal dari penempatan serangkaian tujuan seperti output (tujuan segera), outcome (tujuan antara) dan impact (tujuan ke depan selanjutnya)

Salah satu program yang tengah dilaksankan di SMP Negeri 1 Cianjur adalah Kegiatan Pelatihan Agen Perubahan Pencegahan Perundungan Di SMP Negeri 1 Cianjur  Tahun Pelajaran 2021/ 2022. Kegiatan ini bertujuan antara lain:

1. Mendukung terciptanya relasi yang harmonis antar peserta didik;

2. Memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan karakter yang positif dan berbudi pekerti guna mencegah terjadinya perundungan di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah;

3. Membentuk karakter peserta didik yang mampu memberikan dukungan bagi teman sebayanya yang mengalami perundungan dan mendorong teman sebaya untuk tidak melakukan perundungan;

4. Mendorong terlaksananya kegiatan pencegahan perundungan dan promosi perilaku anti perundungan.

 

Dalam aksi nyata modul 3.3 ini, saya memutuskan untuk ikut menerapkan pengetahuna yang diberikan pada LMS dan Modul CGP yaitu modul 3.3 dengan tema Pengelolaan program yang berdampak pada murid. Materi ini sendiri menekankan pada berbagai konsep seperti menrancang program dengan Inkuiri Aprisetif atau BAGJA, MELR dan manajemen Resiko.

1.2 Pelaksanaan dan alasan aksi nyata

Alasan saya dalam aksi nyata ini adalah untuk menoba menerapkan pengetahuan dari modul 3.3 pada kehidupan nyata. Saya berkesempatan untuk berdiskusi denan pimpinan sekolah dan rekan wakil kepala sekolah mengenai cara pembuatan, pelaksanaan dan pelaporan suatu program kegiatan. Saya pun diberi sebuah program yaitu Kegiatan Pelatihan Agen Perubahan Pencegahan Perundungan Di SMP Negeri 1 Cianjur Tahun Pelajaran 2021/ 2022 untuk dianalisa. Sebuah rancangan program yang sudah memenuhi standar lengkap dengan narasi awal serta anggaran di belakangnya.

Setelah saya analisa ternyata program tersebut disusun dengan baik dan dapat disempurnakan dengan menambahkan sejumlah kelengkapan seperti:

1. Tabel BAGJA untuk inisiasi awal dibuatnya program. Saya ingin menyatakan bahwa kita pahami bahwa program ini disponsori oleh lembaga lain. Sekolah ini dan sekolah lainnya menerima dana dan melaksanakan program kegiatan itu.

2. Rencana Monitoring, Evaluasi, Pembelajaran, dan Pelaporan (Monitoring, Evaluation, Learning, and Reporting)

3. Manajemen Resiko untuk memastikan bahwa tujuan dapat tercapai dengan efektif dan tidak ada pengorbanan yang tidak diperlukan atau munculnya hal yang tidak diantispasi.

4. Pelibatan Komunitas yang berguna sebagai sarana sosialisasi dan membangun keterlibatkan lembaga dan kelompok lain di luar institusi sekolah.

 

1.3 Hasil dari aksi nyata

Dengan menerapkan pengetahuan pada materi di modul 3.3, saya dapat menganalisa program salah sekolah yang disebutkan diatas. Analisanya ada baga bagian di bawah ini.

Tahapan 5 D/BAGJA

Tahapan BAGJA

Hasil Tahapan

B-uat Pertanyaan

Bagaimana cara meningkatkan peran siswa dalam mengurangi dapmpak perundungan di sekolah?

A-mbil Pelajaran

Cerita/Pengalaman baik

Siang ini murid dari kelas yang lebih tinggi mengajak adik kelasnya untuk mengatasi perundungan.

G-ali mimpi.

Cita-cita/Mimpi

- Murid yang peduli mengatasi perundungan adalah murid yang memiliki pekerti postif, peduli, supportive dan preventive dan ikut serta dalam pencegahan perundungan dan promosi perilaku anti perundungan.

- Guru pun harus aktif terlibat dalam mengatasi masalah perundungan dengan turut mengampanyekan nilai postif, peduli, supportive dan preventive dan ikut serta dalam pencegahan perundungan dan promosi perilaku anti perundungan.

- Kepala sekolah mendorong tumbuhnya peran serta dan rasa peduli murid dan guru dalam pencegahan dan mengatasi masalah perundungan. serta memiliki sikap bertanggung jawab, terbuka, dan memberikan kepercayaan terhadap langkah perbaikan dan pengembangan guru dan murid

J-abarkan rencana

Rencana Program:

- Program ini dapat berjalan dengan baik dengan keterlibatan semua warga sekolah, seperti kepala sekolah sebagai penanggung jawab, para guru sebagai pengarah dan murid sebagai agen mengatasi perundungan. Murid yang menjadi agen anti perundungan akan menyosialisasikan kepada murid lain dan orang tua.

- Monitor dilakukan oleh murid kepada murid dan untuk murid sendiri.

- Evaluasi melibatkan guru, kepala sekolah, dan masyarakat luar sekolah.

A-tur eksekusi

Penanggung jawab dan mekanisme koordinasi antar tim:

Penanggung Jawab kegiatan: Kepala sekolah

Pengarah: Pengawas Sekolah

Panitia Inti : Dewan Guru

Pemateri : Guru yang telah mendapatkan pelatihan sebelumnya

Peserta didik sejumlah 30 orang  dari krlas 7, 8 dan  9 yang terpilih berdasarkan hasil U-report menjadi agen perubahan.

Pelatihan kepada 30 peserta didik sebagai “Agen Perubahan” dilaksanakan secara terjadwal selama 10 pertemuan yang dilaksanakan dua kali dalam satu minggu.

Laporan dibuat oleh Koordinator acara (ketua panitia). Koordinasi dilakukan dengan rapat setiap satu minggu sekali internal panitia.

Hasil rapat internal dilaporkan kepada dewan guru sebagai pengarah acara.

Evaluasi dapat dilakukan melalui rapat koordinasi dengan kepala

sekolah dan guru.

 

Rencana Monitoring, Evaluasi, Pembelajaran, dan Pelaporan (Monitoring, Evaluation, Learning, and Reporting)

Format Monitoring

a. Pertanyaan Kunci

Pertanyaan Kunci

Evaluasi Program

1. Sejauh apa program yang telah berjalan sesuai

dengan tujuan utama program?

 

2. Seberapa banyak hambatan yang ditemui

selama pelaksanaan program ini? Mengapa

terjadi demikian?

 

b. Fokus Monitoring

Fokus Monitoring

Pertimbangan Pemilihan

Pertanyaan Utama

Monitoring

Bagaimana kegiatan sosialisai anti perundungan yang dilakukan 30 siswa sebagai agen anti perundungan berjalan?

Untuk memastikan

kegiatan berjalan dengan

baik: 30 siswa agen anti perundungan mendapatkan pengarahan dari narasumber.

Bagaimana sikap murid-murid yang lain terhadap 30 siswa agen anti perundungan?

 

 

c. Metode Penggalian Data

Pertanyaan Monitoring

Sumber Informasi

Metoda

Kapan/Bagaimana

Apakah 30 siswa sebagai agen anti perundungan dapat

menjalankan

perannya?

Bagaimana respons

murid-murid yang lain terhadap 30 siswa agen anti perundungan?

 

Guru, murid

 

Wawancara/observasi

Dalam proses

berjalan

 

d. Strategi Pengolahan Data

Pertanyaan Monitoring

Data yang terkumpul

Kesimpulan

 

Catatan Khusus, Pengecualian,dll

Contoh pertanyaan

tambahan untuk tim

pengelola program:

bagaimana

pembagian peran

dalam tim? Apakah

semua orang dalam

tim melaksanakan

perannya dengan

baik?

Contoh data dan

informasi yang

diperoleh:

murid berkumpul

bersama dan semua orang dalam tim melaksanakan perannya masing-masing dengan

baik

 

Contoh Kesimpulan:

Kegiatan sosialisasi anti perundungan dapat berjalan dengan lancar

 

 

e. Pembelajaran Program

Faktor-Faktor Pendukung

Pelaksanaan Program

 

Faktor-Faktor Penghambat

Pelaksanaan Program

Pembelajaran

Koordinasi tim yang baik

 

Beberapa murid datang terlambat sehingga mengganggu konsentrasi murid yang lain

 

Refleksi: untuk murid yang

datang terlambat ditempatkan pada barisan yang terpisah dari barisan

utama

 

 

f. Pembelajaran Program

LAPORAN PELAKSANAAN PROGRAM

Gambaran Umum Program:

 

Deskripsi Pelaksanaan Program:

- Waktu Pelaksanaan

- Strategi Pelaksanaan Program

- Faktor Pendukung dan Penghambat Program

- Hasil Pelaksanaan Program

 

Evaluasi Program:

 

Pembelajaran Program:

 

g. Manajemen Resiko

Keadaan saat ini

Kondisi yang akan datang

Resiko

Strategis

Keuangan

Operasional

Pemenuhan

Reputasi

Pembelakuan PTM Terbatas saat ini hanya memperboleh-kan maksimal 50% kapatisitas operasional.

Untuk kegiatan yang dilaksanakan secara luring dalam bentuk pelatihan tetap menerapkan protokol Kesehatan.

Kegiatan pelatihan bagi agen perubahan masih berjalan dan sering tertunda karena banyak kegiatan lan seperti ANBK dan vaksinasi.

 

Apabila PPKM telah diangkat dan kegiatan luring dapat berjalan normal, semua kegiatan yang berkaitan dengan berkumpulnya massa dapat dilaksanakan secara efektif. Bila ternyata masih ada pembatasan kerumunan maka program sosialisasi dan pengimbasan harus di rancangkan menyesuaikan keadaan maksimal yang dapat dilaksanakan.

Keadaan yang tidak tetap dan konsisten menyebabkan program dan kegiatan harus selalu dievaluasi. Sekolah pun perlu mempersiapkan beberapa rancangan agar waktu yang dialokasikan untuk program dan kegiatan dapat tercapai dengan efektif.

Secara normative dukungan keuangan telah diberikan oleh inisiator program lewat rekenang sekolah berupa dana diluar dana rutin sekolah atau BOS. Karena ada bagian yang ditambahkan seperti MELR maka sekolah perlu menambah biaya operasional secukupnya untuk itu.

Adanya kegiatan yang bersifat mendadak seperti vaksinasi dan aturan bahwa satu hari setelah vaksinasi siswa harus beristirahat di rumah menyebab-kan alokasi waktu perlu ditinjau kembali.

Panjangnya program memungkinkan beberapa peserta menjadi menurun semangatnya. Ini pula yang dirasakan oleh orang tua dan wali kelas karena siswanya yang ikut terlibat berambah kegiatannya.

Lemahnya pengawasan siswa yang berkerumun dan berkumpul suka-suka mulai memunculkan klister-klaster kerawanan siswa yang berpotensi menumbulkan kelompok negtif semacam GANG di sekolah.

 

h. Pelibatan orang tua dan komunitas

1. Orang tua dilibatkan dalam proses sosialisai dan evaluasi dan Refleksi program.

2. Komunitas lain akan dilibatkan seperti komunitas MGBK, MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) yang relevan dan sebagainya.

 

2. Perasaan (Feelings)

Saya merasa bersyukur dengan mendapatkan materi modul 3.3 mengenai pengelolaan program. Namun, saya merasa kesulitan untuk membuat sebuah program yang asli merupakan gagasan asli berdasarkan keadaan yang sesuai dengan hasil analisa kebutuhan. Berdasarkan perbincangan dengan pimpinan sekolah, hal maksimal yang saya dapat lakukan adalah menjadi evaluator sebuah program dengan kacamata panda dari atas helicopter. Tidak ada inovasi. Tidak dapat dipungkiri, pembelakuan PTM Terbatas saat ini hanya memperboleh-kan maksimal 50% kapatisitas operasional. Untuk kegiatan yang dilaksanakan secara luring dalam bentuk pelatihan tetap menerapkan protokol Kesehatan. Kegiatan pelatihan bagi agen perubahan masih berjalan dan sering tertunda karena banyak kegiatan lan seperti ANBK dan vaksinasi. Secara ideal memang kita diharapkan melakukan analisa kebutuhan di awal, menerapkan BAGJA atau sejenisnya, melaksanakan kegiatan dan seterusnya hingga menginventarisasi pengaruh dan dampak. Saat ini kegiatan agen perundungan baru mencapai tahap pelatihan siswa dan belum pada tahap sosialisasi. Pelatihan ini hanya sebatas peralihan informasi saja. Dengan waktu yang terus berjalan dan artikel ini diminta segera selesai, saya putuskan hanya untuk melaporkan sejauh apa yang telah dapat saya kerjakan.

3. Pembelajaran (Findings)

Penyusunan sebuah program disekolah sejauh ini dilakukan dengan cara yang purbakala dan malas berpikir. Sebut saja, bila sekolah perlu sebuah program maka orang yang ditunjuk akan menggali program yang sama dari tahun sebelumnya, mencontek secara tidak bertanggungjawab dari laman internet, atau meminta Salinan dari sekolah lain. Ini semua  harus diubah. Materi pda modul 3.3 menggarisbawahi adanya perubahan cara pandang atau paradigma taau apapun sebutannya. Sayang, tak jarang orang yang inginya serba mudah. Pimpinan dan pengawas sekolah pun belum meminta petugas mereka untuk benar-benar menerapkan kaidah ilmiah seperti anti plagiarisme dalam membuat sebuah dokumen resmi sekolah. Temuan penting pertama disini adalah adanya praktek plagiarisme. Kemudian, program sekolah seakan hanya melibatkan segelintir orang demi terciptaknya penitia yang ramping. Semakin sedikit semakin baik. Padahal, smua warga sekolah berhak untuk mengetahui dan mendapat pencerahan dari setiap kegiatan sekolah yang dilaksanakan agar setidaknya dapat menjawab pertnayaan dari orang di luar sekolah. Sering kita mendapat pertanyaan mengenai sebuah kegiatan dan jawaban kita seperti biasa adalah “Tolong tanya ke panitianya saja.” Kita sering melihat di dunia lain. Program kegiatan sekolah dilaksanakan dengan prinsip pemberdayaan. Ada perancangan Bersama, pembagian penugasaan yang adil, pelaksanaan yang terukur, serta evaluasi dan pembelajaran menyeruruh bagi semua warga sekolah. Dalam gambar atau video di internet sering kita melihat guru-guru berkumpulkul dan saling bergai dalam proses prencangan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi, dan pembelajaran. Bila ini merupakan praktek demokratisasi di dunia Pendidikan, saya setuju.

4. Penerapan (Future)

Sekarang kita alihkan pandangan pada masalah perundungan itu sendiri. Saya pun menyadari perundungan baik yang badaniah sehari-hari atau pun di dunia maya sanga sangat buruk dampaknya. Beberapa tahun lalau ada anak kelas delapan yang memutuskan untuk berhenti sekolah karena tiap hari diberi kata-kata hinaan. Untuk saja dia tidak memetuskan untuk mengakhiri hidupnya. Setiap saat dan setiap hari dia dihina oleh kelompok anak-anak berandal yang tidak dapat ditindak oleh sekolah. Semacam gang motor tingkat SMP. Anak lelaki tersebut sebenarnya sangat cerdas. Namun entah mengapa berandal-berandal itu membencinya. Wali kelas hanya pasrah dan mencap dirinya tidak berdaya seraya berkata, “Saya telah gagal menjadi wali kelas ini.”

Perundungan adalah suatu tindakan tidak terpuji di sekolah. Oleh karena itu rupanya program agen perundungan ini hadir untuk menyipakan sarana mencegah dan mengurangi dampak perundungan. Budaya yang buruk di sekolah pun perlu diperhatikan terutama oleh para pengajar. Wali kelas hatus diberi waktu khusus untuk melakukan pemibinaan secara hati-ke-hati. Kenalilah siswa. Sebagian mereka adalah makhluk buangan yang sebenarnya tidak diharapkan keberadaannya oleh keluarganya. Bahkan banyak pula yang tidak merasa punya keluarga.

Keluarga para berandal ini hanya teman sepermainan dengan sumpah setia mereka terhadap organisasi kekerasan. Ada pembinanya juga disana. Mereka meluangkan waktu duduk-duduk di berbagai tempat tersembunyi di luar jam sekolah, sepulang sekolah, sebelum pulang ke rumah, atau ada acara keluar rumah dengan alasan mengerjakan tugas kelompok.  Di sekolah sebagaian besar menyembunyikan jati diri mereka yang buruk. Menyembunyikan keliaran mereka.

Saya pun pernah mengalami kejadian aneh dengan anak-anak seperti itu. Beberapa anak dengan berani memasukkan sandal bekas, potongan piala dan sampah ke dalam tas punggung saya. Mungkin slosulinya mudah. Jangan pernah membawa tas ke kelas. Atau, jangan meningalkan tas di kelas. Saya pada waktu itu harus ke toilet dan memasuki kelas berikutnya sehingga lupa ta situ tertinggal. Saya piker bend aitu akan baik-baik saja karena murid saya semuanya baik dan menaruh  hormat. Walaupun tidak menyakiti secara fisik, tetapi kejadian ini harusnya tidak terjadi. Mereka sebenarnya tahu bahwa saya akan mencari siap pelakunya dan menemukan para pelaku itu.

Saya akhirnya merenung hingga mendapatkan kesimpulan bahwa semua pihak, sekali lagi saya tegaskan: semua pihak, harus mengampil peran. Pimpinan sekolah harus membuat mekanisme yang ketat dalam menjaga hubungan yang manusiawi warga sekolah. Ini dapat dimulai dengan menerapkan proses penerimaan siswa baru yang adil dan berakhlakul karimah. Guru harus terus dibekali keterampilan memberikan pelayanan pembelajaran yang menarik dan memberdayakan. Ini dapat dimulai dengan mengendalian pembelajaran yang sangat ketat. Tidak boleh ada guru yang bolos mengajr di kelas dengan alasan apapun. Memang ini sepertinya awal dari kegaduhan perilaku siswa. Gurunya tidak datang atau jamkos (jam kosong). Murid sendiri harus diberi kesadaran bahwa lingkungan belajar yang nyaman bukan hanya pada fasilias Gedung yang kokoh dan megah dengan cat yang diganti setiap tahunnya.  Murid harus ikut menghindari perundungan dan memiliki daya renting atau resilensi serta tahu apa yang haru dilakukan apabila pendungna terjadi. Orang tua dan wali murid diharapkan memberi lebih dari sekedar uang jajan dan keperluan harian saja. Perhatikan dengan siap anak-anak bergaul. Cari tahu mengapa mereka resah. Lakukan komunikasi dengan anak apabila ada keretakan rumah tangga.

Penerapan materi pengelolaan yang berdampak kepada murid dengan segala alur kerja dan paradigma barunya perlu diinternalisasi secar formal ke dalam pemikiran pihak pemangku kepentingan Pendidikan. Selain dapat memotorisasi perubahan sekolah sebagai institusi kea rah yang lebih baik serta lebih memberdayakan, materi modul 3.3 ini harus dikemas dan disampaikan kepada khalayak yang lebih luas. Secara resmi Bapenas telah memberikan contoh bagaimana sebuah program dan kegiatan harusnya dilakukan.

ARTIKEL DI ATAS TELAH TAYANG PADA TAUTAN:

https://bambang4cianjur.blogspot.com/2021/10/aksi-nyata-modul-33-pengelolaan-program.html


Aksi Nyata Modul 3.2: Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya

Membuat Website Sekolah sebagai Sarana Pembelajaran

Oleh: Bambang Widyanarko, M.Pd.

 


1. PERISTIWA (Fact)

1.1. Latar Belakang

SMP Negeri 1 Cianjur telah memiliki website resmi sekolah namun belum dimanfaatkan dengan efektif khususnya untuk memberikan layanan pembelajaran. Status langganan bulanan saat ini masih aktif namun penggunaannya tidak efisien. Website sekolah itu hanya dapat digunakan pada kegiatan PAS atau PAT saja. Hal ini memunculkan pemikiran bahwa uang sewa web bulanan tidak dapat bermanfaat apabila tidak ada aktivitas hariannya. Secara sederhana aksi nyata ini memiliki tujuan untuk melengkapi web SMPN 1 Cianjur dengan fitur pembelajaran seperti LMS yang dapat diakses oleh murid baik itu untuk PJJ regular atau self-directed learning. Situs sekolah itu sendiri saat ini telah dapat diakses namun masih belum banyak fasilitas dan kemudahan untuk dapat dikatakan sebagai situs pembelajaran yang efektif. Kriteria keberhasilan tercapai apabila web sekolah telah dapat dilengkapi dengan fitur pembelajaran dan dapat digunakan dengan efektif oleh murid, guru dan warga sekolah lainnya.

 

1.2 Pelaksanaan dan alasan aksi nyata

Hal yang pertama ingin dilakukan adalah memeriksa keadaan awal situs dan merencanakan perubahan apa yang dapat dilaksanakan. Saya harus berbicara dengan pimpinan agar dapat menyampaikan konsep serta makna dari aksi nyata yang akan saya lakukan. Pendeknya,  pimpinan memberi izin serta menyilakan saya untuk menghubungi petugas TU yang diberi tanggung jawab mengelola web sekolah yang kurang optimal itu.

Saya pun berbicara dengan petugas TU tersebut. Saya pun mendapat penjelasan mengenai apa permasalahan yang dirasakannya sehingga web sekolah belum berdaya dengan layak. Salah satu yang saya catat adalah terlalu banyaknya pekerjaan yang dibebankan kepada staf TU itu. Bahkan, pekerjaannya harus dikerjakan sampai malam atau pagi hari. Saya pun diberi kesempatan untuk ikut mengisi bagian MOODLE yang sebelumnya telah dipersiapkan. Staf itu meminta waktu sekitar 3 minggu untuk meng-install moodle di website sekolah. Alasannya karena investasi sekolah sudah cukup besar dengan menyewa ruang virtual private server dengan biaya bulanan sekitar 500 ribu rupiah. Biaya tersebut adalah lima kali lipat dari biaya bulanan situs saya yaitu http://www.pabambang.club yang hanya 100 ribu-an per bulan. Saya pun menganggap layanan yang adakan 5 kali lebih cepat dan lebih responsif serta lebih luas atau lega ruang simpan dan interaksi yang diberikan pemberi layanannya. Saya merasa tidak perlu menanyakan dimana sekolah menyewa layanan semahal itu. Saya kira itu semua karena keadaan yang dipilih untuk kenyamanan pemakaiannya. Walaupun uang sewa mungkin merupakan pengorbanan yang tidak dapat dielakkan, yang terpenting adalah kemampuan sang manajer untuk mengelola sebuah situs karena sesungguhnya mengelola situs itu memerlukan banyak sekali kompetensi mulai dari keterampilan perangkat keras, perangkat lunak (manajemen server, database, lms, dll), rancang rupa (desain grafis) dan tertentu saja pemahaman mengenai rancang alur kerja pembelajaran yang efektif baik untuk guru maupun siswa serta pengelola (admin),

Akhirnya saya diberitahu bahwa saya telah diberikan akses pengguna sebagai admin dengan kata sandi yang sudah dipersiapkan. Alangkah senangnya hati saya. Seperti anak lelaki yang diberi mobil mainan mahal sebagai syarat untuk disunat. Setengah tidak sabar saya pun membuka bagian moodle dari web sekolah dengan alamat https://www.moodle.smpn1cianjur.sch.id. Berikut adalah gambaran situsnya.


Gambar 1. Keadaan awal laman http://www.smpn1cianjur.sch.id/moodle

Dalam gambar di atas situs masih terlihat kurang menarik bagaikan secarik kertas putih saja. Tampa gambar yang menarik, tanpa interaksi yang mengundang rasa penasaran calon pengguna. Mungkin ini adalah tantangan pertama sebagai pengembang untuk menerapkan theme atau tema situs yang sangat catchy. Walaupun sebenarnya nanti pengguna, yang kebanyakan adalah siswa tidak memiliki pilihan karena situs pembelajaran ini akan bersifat obligatory atau diwajibkan bukan voluntarily atau pilihan hati pengguna. Saya pun mengakses dengan nama pengguna dan kata sandi sebagai pengelola (administrator), alhamdulillah saya sudah dapat masuk dan mendapatkan tampilan ruang depan seperti gambar di bawah ini.


Gambar 2. Gambar awal laman dashboard admin http://www.smpn1cianjur.sch.id/moodle

 

1.3 Hasil dari aksi nyata

Hal terpenting dari aksi nyata ini adalah saya telah dapat membangun komunikasi dengan pimpinan sekolah dan beberapa rekan yang lain seperti staf TU dan guru. Untuk memeriksa sejauh mana tingkat akses yang diberikan kepada saya oleh webmaster sekolah, saya melakukan beberapa kostumisasi dengan membuat kelas dan merancang rupa isi pembelajaran. Tentu saja, saya membuat kelas untuk mata pelajaran yang saya ampu yaitu Bahasa Inggris untuk kelas delapan. Berikut perubahan awal yang saya kerjakan.


Gambar 3. Perubahan awal dengan menisipkan foto dan gambar

Kedepannya, saya ingin situs pembelajaran dengan LMS Moodle ini dapat lebih menarik setidaknya menyerupai situs pembelajaran yang saya kembangkan di website pribadi saya. Sebagai perbandingan berikut gambaran situ web pembelajaran yang saya buat dengan LMS Moodle di http://www.pabambang.club.

Gambar 4. Contoh tampilan situs pembelajaran Moodle yang telah dioptimalkan

2. Perasaan (Feelings)

Membangun sebuah situs pembelajaran daring yang efektif bukanlah sebuah pekerjaan mudah dan ringan. Tidak semudah makan kerupuk. Saya harus dapat menjalankan berbagai peran yang sangat penting dan kadang di luar kemampuan saya yang normal. Untuk membuat situs pembelajaran yang efektif, guru sebagai pengguna harus merasa bahwa situs tersebut:

- mudah untuk digunakan – tidak memerlukan pengetahuan programming;

- memberikan akses ke sumber via web tersebut;

- mendukung interaksi antara siswa dan guru;

- menyediakan kolaborasi antar siswa;

- membuat siswa belajar mandiri;

- melacak keaktifan siswa;

- memungkinkan memberi balikan;

- memberikan lingkungan daring dengan keamanan;

- memberikan layanan backup secara otomatis.

 

Sebagai seorang guru, saya tentu ingin memberikan layanan pembelajaran daring yang menarik. Membuat timetable, menyajikan materi sesuai kurikulum, mengelola diskusi, menyajikan penjelasan dalam bentuk video, mengelola ujian dan tes, memberikan nilai, memberikan feedback kepada siswa, membimbing siswa mengerjakan pembelajaran secara mandiri, membuat glossary dan perpustakaan dan sebagainya. Berbagai hal tersebut merupakan prinsip sebuah situs pembelajaran. Prinsip itu sangat berbeda apabila kita membuat situs untuk keperluan lain seperti situs niaga atau situs ekspresi pribadi seperti travelling. Dengan perasaan optimistis, saya memandang semua hal tersebut bukan sebagai hambatan namun sebagai tantangan. Ketika kita dapat melakukannya sendiri itu tidak masalah. Ketika kita terhenti, kita harus dapat mencari bantuan dari siapapun. Dari segala yang telah saya lalui, ternyata, aksi nyata ini merupakan Latihan yang sangat baik untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan berkolaborasi dengan pimpinan dan rekan. Sesuatu yang sebelumnya selalu saya rasakan kesulitan.

 

3. Pembelajaran (Findings)

Setelah menjalankan aksi nyata ini, beberapa pembelajaran penting telah saya dapatkan. Pertama, pekerjaan ini setidaknya membutuhkan kemampuan komputer di atas rata-rata. Dunia computer itu seperti mudah. Namun, karena luas dan beragamnya aspek yang dapat dikerjakan sebuah sistem komputer kita harus fokus pada tujuan yang akan kita gapai. Kedua, meng-install LMS Moodle di website itu sangat sulit. Kita harus mengetahui pula cara kerja server baik sebagai perangkat lunak maupun perangkat lunak. Yang paling mudah adalah kita mendapat dukungan dari seorang webmaster yang membuat Moodle kita sudah dapat dijalankan. Ketiga, Moodle sebagai perangkat lunaknya itu sendiri fiturnya sangat banyak karena disiapkan untuk berbagai kalangan, focus materi dan berbagai kondisi. Kita harus dapat memilih dan memilah fitur apa yang akan kita gunakan karena tidak semua fitur dapat kita gunakan. Kadang ada fitur yang membutuhkan sumber daya tambahan. Keempat,  saya membutuhkan sejumlah contoh dari situs Moodle orang lain yang penerapan kurikulum Bahasa inggris. Aspek ini menunjukkan seorang pengembang situs juga harus paham kurikulum dan silabus serta sebaiknya memiliki pengalaman dalam mengajar. Dengan demikian alur pembelajaran yang dibangun akan dapat diterima secara materi dan secara kebijakan. Kita dapat simpulkan disini, pembelajaran dengan situs yang dibangun menggunakan Moodle seperti di dalam aksi nyata ini dapat memberikan kesempatan seorang guru untuk menunjukkan transfer metoda pembelajaran seperti konstruktivisme sosial dan pembelajaran Bahasa secara komunikatif.

4. Penerapan (Future)

Peran seorang guru memang tidak dapat digantikan atau disubstitusikan oleh mesin otomatis atau situs tertentu. Terlepas secanggih apapun substitusi itu, Namun, di tengah keadaan yang belum pasti, terutama kapan pembelajaran tatap muka dapat dilaksanakan dalam kenormalan baru, kita tentunya tidak ingin mengulangi kesalahan di tahun lalu. Kesalahan dimana kita memberikan pelajaran dari ala kadarnya dengan alasan darurat pandemic. Sebagian guru membenci pembelajaran daring. Sebagian tidak peduli selama gaji bulanan mereka cukup untuk beli beras dan tahu tempe. Bagi saya yang sedikit memiliki kemampuan dan pengetahuan di bidang TIK dan pembuatan website, Moodle itu sangat menjanjikan. Di luar negeri Moodle adalah program yang baik untuk pengembangan karir guru. Banyak konferensi, webinar, pelatihan skala internasional mengenai Moodle. Guru-guru terbaik di Inggris, AS, Australia dan negara maju lainnya telah menggunakan Moodle sebagai layanan pembelajaran daring. Kembali kepada masalah saya sendiri, melihat sejauh hal yang telah saya lakukan di situs pribadi dan di situs sekolah, menginginkan beberapa aspek pada situs pembelajaran untuk dikembangkan di masa mendatang.

1. Otonomi siswa.  Memberi mereka pilihan yang lebih banyak mengenai cara belajar yang mereka inginkan. Siswa diberi pilihan untuk menerima konten dan proses yang mereka sukai. Penggunaan kelompok kecil dan penilaian diri merupakan contoh dari kegiatan siswa yang otonom.

2. Sifat sosial dari pembelajaran.  Pembelajaran bukanlah kegiatan yang bersifat pribadi dan individual. Pembelajaran adalah proses sosial yang tergantung pada interaksi sesama siswa.

3. Integrasi Kurikulum. Hubungan antar sejumlah standar kurikulum harus sangat ditekankan. Bahasa Inggris jangan menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri tapi harus berhubungan dengan mata pelajaran lain di dalam kurikulum. Untuk melakukan hubungan ini, tes ulangan atau pengujian harus merefleksikan standar kurikulum yang berlaku.

4. Keterampilan berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran daring harus menjadi sarana untuk membangun higher-order thinking skill (HOTS) yang juga dikenal sebagai berpikir kritis dan berpikir kreatif. Dalam pembelajaran Bahasa Inggris, misalnya, siswa tidak belajar untuk dan karena Bahasa itu sendiri tetapi juga untuk mengembangkan dan menerapkan kemampuan berpikir mereka dalam berbagai situasi di luar pembelajaran Bahasa dalam kelas.

5. Guru sebagai teman belajar. Guru bila dipandang sebagai fasilitator bertugas menyuguhkan beragam alternatif. Guru harus belajar dari apa yang dilakukan dan dirasakan muridnya. Munculnya permasalahan dan tantangan harusnya dapat mengilhami guru untuk membuat suatu inkuiri seperti Action Research atau PTK serta bentuk-bentuk lain investigasi ilmiah dalam pembelajaran.