Jumat, 10 September 2021

3.1.a.9. Koneksi Antarmateri: Bambang Widyanarko (SMPN 1 Cianjur)

3.1.a.9. Koneksi Antarmateri Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran



Bambang Widyanarko

SMPN 1 Cianjur


Patrap Triloka dan Pengambilan Keputusan

Patrap Triloka terdiri atas tiga semboyan, yaitu Ing ngarso sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani. Semboyan dalam dunia pendidikan tersebut diterjemahkan menjadi “di depan memberi teladan”, “di tengah membangun motivasi”, dan “di belakang memberikan dukungan”.
Semua guru tidak boleh selalu berada di belakang terus. Kita harus dapat mengambil keputusan saaat berada dalam ketiga posisi tadi: depan, tengah dan belakang. Dimana pun cara pandang kita tetap bahwa jati diri kita adalah GURU. Tugas kita adalah memberi kebaikan bagi orang lain bukan menuntut dari orang lain. Berikan yang bermanfaat dan tepat serta efektif berdasarkan waktu dan tempat yang sesuai tuntutan.

Nilai-nilai diri dan prinsip pengambilan keputusan

Nilai dan semangat yang harus terus dipelihara adalah bahwa kita selalu harus menjadi bagian dari penyelesaian atau PART OF THE SOLUTION. Walaupun terdapat berbagai pertimbangan, paradigma, prinsip dan Langkah pengambilan keputusan, tetap harus didasari oleh nilai yang hakiki. Mudahkanlah urusan orang, jangan mempersulit dan jangan menakut-nakuti. Lihat semua sisi dan selalu tabayyun. Apabila keputusan telah dibuatm siap menerima konsekuensinya dan bersabar. Pasti ada hikmah dan pembelajaran dari akibat keputusan yang kita buat.

Coaching pendamping/fasilitator dan pengambilan keputusan

Pendamping senantisa berlaku sebagai coach saya, namun fasilitator lebih kepada mempercepat pengumpulan tugas. Pendamping sering bertanya mendalam apa saja kesulitan kita, mendengar keluhan, dan menawarkan solusi lian. Mencoba dengan keras memahami mimpi-mimpi kita. Memahami siap kita. Fasilitator telah melakukan tugasnya dengan sangat baik. Namun belum dapat menjadi coach yang saya butuhkaan. Mungkin karena fungsinya berbeda.

Studi kasus masalah moral/etika kembali kepada nilai yang dianut seorang pendidik

Studi kasus saja tidak dapat menyatukan pandangan semua orang agar tiba pada kesepakatan. Ini karena sudut pandang yang berbeda dan kedalaman pemahaman yang berbeda pula. Tidak selalu memiliki pilihan akan menimbulkan masalah dilemma. Apabila kita teguh dengan nilai atau prinsip atau paradigma atau apapun keyakinan yang kita anggap benar, ambil salah satu yang terbaik dan tinggalkan yang lainnya. Keraguan sering membuat kita mengambil keputusan yang salah. 

Dampak pengambilan keputusan yang tepat

Sekolah atau tempat kerja kita adalah ekosistem yang bekerja secara sistemik. Faktor yang akan menganggu tentunya harus dikeluarkan dari ekosistem tersebut. Dengan membuat keputusan yang tepat kita berusaha menyelematkan orang yang lebih banyak dan berusaha berbuat yang terbaik untuk Sebagian kecil individu yang bermasalah. Jangan karena ada seseorang yang bermasalah mengakibatkan yang lain yang lebih unum dan banyak menjadi terpengaruh. Menjadi ikut memburuk. Sekolah diharapkan tercipta sebagai lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. 

Kesulitan menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika

Banyak figur dan faktor yang menyebabkan sesorang mengalami kesulitan menjalankan pengambilan keputusan dalam kasus dilema etika. Salah satunya posisi atau kapasitas seseorang. Misalkan seorang guru ingin seorang anak tidak naik kelas karena masalah nilai dan kedisiplinan. Pimpinan tidak setuju. Maka guru akan kalah. Guru pun frustasi dan merasa tidak dihargai. Merasa tidak adil dengan siswa lain yang kinerjanya memuaskan. Pimpinan mencari-cari kesalahan guru dan mengatakan jangan bertindak ekstrim selama guru belum bekerja secara professional sesuai standar yang tinggi. Perlu perubahan ni kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan kerja kita, sekarang dan saat ini juga. 

Pengaruh pengambilan keputusan pada pengajaran yang memerdekakan murid-murid

Memerdekakan murid perlu dimaknai dengan akurat. Memanusiakan murid mungkin lebih tepat. Karena hakikatnya semua manusia itu merdeka. Merdeka tidak berarti merdeka seluas-luasnya. Kemerdekaan berpikir dan bertindak tidak menjamin murid akan lebih baik. Sering kali karena usia dan kedewasaan mereka yang belum matang murid pun tidak tahu apa yang terbaik yang harus mereka lakukan. Keputusan memberi Pendidikan yang baik, menciptakan ekosistem belajar yang baik, menciptakan pengajar yang memanusiakan murid harus diambil secara sistematis pula. Tidak parsial. Aneh jadinya. Guru disurauh mengambil keputusan yang masuk akal sementara system tempat dia bekerja menjalakan feodalisme, meritokrasionisme dan patronisme yang berlebihan. 

Pengambilan keputusan Pemimpin pembelajaran dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid

Apakah masa depan murid sepenuhnya ditentukan oleh kepintaran guru dalam mengambil keputusan? Ada murid yang selalu berkinerja buruk secara akademis dan moral tetapi dalam kehidupan ke depannya lebih sukses dari teman-temannya para bintang kelas. Yang dapat dilakukan guru adalah menjalankan kewajibannya dengan baik. Ketika guru memberikan hukuman atau pujian tentu itu semua berdasarkan kejadian saat itu. Guru tidak berpikir bahwa semua keputusannya akan sangat menentukan masa depan muridnya. Murid yang bodoh dan malas itu ternyata dapat menjadi pimpinan daerah, atau pengusaha kaya, atau professor. 

Kesimpulan akhir

Pengambilan keputusan yang efektif adalah suatu keterampilan atau skill. Skill ini perlu dilatih dan ditetapkan standarnya. Bukan hanya sampainya materi berhalaman-halaman atau setumpuk informasi baru. Apa kriteria seseorang dikatakan telah terampil membuat keputusan? Bagaimana menciptakan acuan yang pasti atas kemampuan sesorang guru ketika mengambil keputusan? Semua materi di modul-modul sebelumnya dan modul ini baru merupakan penggalan pengetahuan saja yang tentu perlu pendalaman. Dan waktu yang untuk mendalami sangatlah lama. Untuk menjadi seorang guru dengan standar KHD butuh waktu. Untuk melaksanakan diferensiasi sesuai keinginan Tomlinson juga butuh waktu.  Untuk memasyarakatkan mindfulness juga butuh waktu. Menjadi coach yang professional pun demikian. Terakhir untuk menjadi pengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran? Harus diseret dahulu kesadaran guru bahwa dia adalah pemimpin pembelajaran. Pemimpin itu harus adil. Tidak boleh jalim. Pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka yang dipimpinnya.
Sisi baiknya adalah kita harus selalu melakukan semua kebaikan dengan penuh kesadaran dan kesadaran penuh. Semua Tindakan kita tidak luput dari kesalahan, sengaja atau pun tidak sengaja. Dan hidup sejatinya adalah sebuah pilihan bukan pemaksaan. Pengambilan keputusan juga merupakan sebuah pilihan, bukan keterpaksaan.